top of page

Aya Berani Duduk dengan Perasaan Buruk


Ditulis oleh: Usi Julastri Anhar


Pengalaman manis dan segala perasaan manisnya, pengalaman buruk dan segala perasaan buruknya. Kita, manusia. Tak ‘kan selamanya buruk, tak ‘kan selamanya baik. Lalu, mengapa menolak merasa sedih? Mengapa malu jika menangis? Seakan manusia harus selalu bahagia? Padahal tidak.


Saat menuliskan ini, perasaan saya yang sedang tidak tenang, menjadi sedikit reda setelah membolak-balik halaman buku “Teman Duduk”, karya Ayasha Naia, salah seorang siswa Erudio Indonesia. Beberapa karakter lucu tampak duduk bersama karakter Shaya, beraneka warnanya. Mereka adalah refleksi dari macam-macam emosi manusia sekaligus ‘Teman Duduk’ bagi Shaya.


Shaya tidak hanya mau duduk dengan emosi bahagianya, tapi si merah yang merupakan refleksi dari rasa marah pun turut diundang ke meja makan, si biru yang sedih, si oren yang kecewa, si kuning yang takut, si hijau yang iri, dan jangan lupa pula si putih yang kesepian, ia ajak duduk bersama dan merasakannya satu per satu, hingga Shaya merasakan dirinya utuh sebagai manusia.

Shaya adalah Aya, saya, kamu, dan kita semua. Kita seringkali abai dengan perasaan manusia yang kompleks. Kenapa tidak kita coba lebih ramah terhadap diri sendiri, biarkan setiap emosi mengalir dan akui bahwa sebagai manusia kamu tidak perlu selalu baik-baik saja. Jika ada hari di mana kamu hanya ingin memeluk guling di kamar, lakukanlah. Jika ada hari di mana kamu hanya mampu berbicara dengan ikan di aquarium, ke luarkanlah. Bagi Aya, semua ini adalah proses penerimaan diri yang utuh, mencoba ke luar dari gelembung yang diciptakan sendiri.



72 views0 comments

Recent Posts

See All
bottom of page